Anjungan Provinsi Maluku (DKI Jakarta)

Indonesia / Jawa Barat / Bekasi / DKI Jakarta / Jl. TMII, Cipayung-Jakarta Timur

Anjungan Maluku menampilkan baileu dan rumah kepala desa (rumah raja atau rumah latu). Baileu merupakan bangunan peninggalan adat yang menggambarkan kebudayaan siwa-lima. Patung Martha Christina Tiahahu dan Pattimura atau Thomas Matulessy; dan patung proses pengolahan sagu melengkapi peragaan budaya Maluku.

Baileu, yang menjadi bangunan induk Anjungan Maluku, merupakan rumah panggung tanpa dinding. Meskipun ada baileu yang lantainya di atas batu semen dan baileu yang lantainya rata dengan tanah, namun yang paling lazim dan khas adalah baileu yang lantainya dibangun di atas tiang. Jumlah tiang baileu melambangkan jumlah marga yang ada di desa bersangkutan.

Baileu tanpa dinding mengandung maksud agar roh nenek moyang bebas masuk-keluar, sedang lantai tinggi dimaksudkan agar tempat bersemayam roh nenek moyang lebih tinggi dari tempat berdiri orang di desa itu, di samping masyarakat dapat mengetahui bahwa permusyawaratan berlangsung dari luar ke dalam dan dari bawah ke atas. Di bawah palang atap terdapat hiasan bulan, bintang, dan matahari dengan warna merah, kuning, dan hitam, lambang kesiapsiagaan balai adat dalam menjaga keutuhan adat beserta hukum adatnya.

Baileu merupakan tempat bermusyawarah dan pertemuan rakyat dengan dewan rakyat, seperti saniri negeri dan dewan adat, yang menunjukkan bahwa sistem demokrasi sudah dikenal oleh rakyat lima-siwa sejak dulu.

Baileu di Anjungan Maluku merupakan bentuk baileu terakhir, mencerminkan persekutuan antara dua marga besar di Maluku: Pata Siwa dan Pata Lima, yang dilambangkan oleh sembilan (siwa) tiang di bagian depan dan belakang dan lima (lima) tiang samping kiri dan kanan. Kata siwa lima akhirnya mempunyai makna baru: “kita semua punya” dan menjadi lambang persatuan Maluku.

Di sini baileu digunakan sebagai tempat pameran berbagai benda budaya Maluku, antara lain busana daerah Maluku Utara, busana pengantin Maluku Tengah (pono), busana pengantin Maluku Tenggara (sanikin), pakaian sehari-hari (baju cele), kebaya putih untuk pertemuan, dan celana Makassar untuk pria Maluku Tengah. Di samping itu juga dipamerkan senjata tradisional, seperti parang dan sala-waktu (perisai, tombak, panah, dan pandan dari pelepah sagu); serta kerajinan khas dari cengkeh berupa perahu dan benda-benda lain.

Di bagian lain dipamerkan diorama tentang keindahan alam, beragam tetumbuhan yang dipadukan dengan berbagai satwa, seperti cenderawasih, kausari, soa-soa, dan kuskus. Keindahan lautan Maluku dipamerkan melalui berjenis kerang dan aneka ragam tumbuhan laut dilengkapi dengan berbagai bentuk perahu, seperti krumbai dan semang, alat penagkap ikan, rakit untuk peternakan mutiara di Maluku Tenggara dengan inti mutiara.

Rumah latu berbentuk segiempat, mempunyai serambi untuk menerima tamu pria, ruangan tengah untuk menerima tamu wanita, kamar tidur, serta ruang belakang sebagai ruang makan, duduk, dan dapur. Rumah latu di anjungan ini digunakan untuk kantor.

Setiap Minggu pertama Anjungan Maluku mementaskaan aneka seni tradisional berupa tari dan lagu, misalnya tari cokolele.

Anjungan Maluku pernah menerima kunjungan tamu negara, antara lain Wakil Presiden Mesir Husni Mubarak pada tanggal 29 April 1979.
Kota terdekat:
Koordinat:   6°18'1"S   106°53'57"E
Artikel ini terakhir diubah 6 tahun yang lalu