GORDA - 1ST INDONESIAN AIRPORT - YSB

Indonesia / Banten / Kresek /
 Upload a photo

Lapangan Terbang Gorda
REF: perpushalwany.blogspot.com/2009/06/lapangan-terbang-gor...

Saya akan mencoba memaparkan tentang lapangan terbang gorda yang keterangan serta data diperoleh dari penduduk setempat, saat itu lapangan terbang Gorda sebagai lapangan terbang militer hanya digunakan secara insidentil dan tidak banyak orang tahu, bahkan penduduk Banten sendiripun banyak yang tidak mengetahui fungsi dan latar belakang sejarahnya dibangunya lapangan terbang tersebut. Padahal lapangan terbang tersebut memiliki nilai sejarah dan salah satu peninggalan Jepang pada perang dunia II di wilayah Banten. Sekarang lapangan tersebut dikelola oleh AURI dan seorang perwira yang ditunjukoleh AURI sebagai komandan pangkalan udara disana. Letak lapangan terbang gorda berada di daerah Cirenang sekitar 6 km dari jalan raya Jakarta-Merak, tetapi akan sulit untuk melihat kesana karena sarana dan pra sarana jalan menuju kesana sangatlah buruk. Apa lagi jika musim penghujan jalan menuju kesana becek dan licin.

Gorda yang terletak sekitar 30 km disebelah timur Kota Serang – Banten, sebenarnya memiliki rangkaian sejarah dalam perjuangan bangsa dalam merebut kemerdekaan Republik Indonesia. Ratusan bahkan ribuan pekerja yang didatangkan dari bebagai daerah di nusantara pada waktu itu menemui ajalnya disana. Mereka dijadikan pekerja paksa yang dikenal pada waktu itu dengan sebutan Romusa, mereka dipaksa bekerja untuk kepentingan serdadu Dai Nippon untuk membangun lapangan terbang di tengah sawah dan selesai dalam waktu yang singkat sekitar satu tahun itupun dengan cucuran darah dan air mata.

Menurut saksi mata pada waktu itu ribuan rakyat menjadi korban atas kekejaman serdadu Jepang, akan tetapi kita tidak akan menemukan batu nisan disana, kata orang tua yang bertempat tinggal di dekat lokasi lapangan terbang tersebut. Namun menurut saksi mata yang lain menyatakan bahwa saat itu sangatlah biadab dan kejam, kekejaman kerja paksa (romusa) membuat hati bergetar dan bulukuduk berdiri hutan ketoe sebagai tempat perkuburan massal rakyat jelata yang tak berdosa berlokasi tidak jauh dari lapangan terbang tesebut, dalam proses penguburannya satu lubang untuk tiga atau empat orang mayat dan setiap hari puluhan mayat dikuburkan disana tidak pernah tidak setiap hari ada saja yang mati dan dikuburkan disana.

Pada saat itu saat para pekerja paksa melakukan pekerjaannya bagaikan gelandangan karena pakaian yang mereka pakai compang camping dan banyak yang mengunakan bahan pakian dari karung goni, serta tidak sedikit yang tidak berpakaian atau bertelanjang dada, mereka diberikan jatah beras sehari 200 gram per orang dengan lauk pauk seadanya, tetapi pekerjaan non stop dari pagi hari hingga sore hari, dan jika salah satu dari mereka melakukan kesalahan mereka di pukul dan pecut seperti binatang ada yang dihukum hingga mati. Semua itu menurut cerita orang tua yang kini menetap di Desa Lamaran Cirenang.

Keterangan yang saya peroleh ada orang yang menjadi pekerja paksa yang saat ini masih hidup dan tinggal di sekitar lapangan terbang gorda ada kurang lebih sekitar 25 orang, rata-rata usia mereka sudah mencapai 70an tahun, mereka setelah Indonesia merdeka hidup sebagai petani namun sekarang tidak lagi karena sudah tidak kuat lagi bekerja. Jasa mereka sudah dilupakan padahal merekalah yang membangun pangkalan-pangalan militer yang ada diwilayah Banten.

Lapangan Terbang Gorda menurut catatan luasnya kurang lebih sekitar 742 hektar. Seharusnya bisa dimanfaatkan pemerintah untuk memenuhi kebutuhan tranportasi udara yang sudah sangat padat.


Ref. www.karangtarunabanten.com/2011/08/kisah-heroik-dari-ge...

Pada tanggal 7 Oktober 1945 pasukan marinir Angkatan Laut Jepang (Kaigun) yang bermarkas di Anyer tiba di Serang dengan selamat tanpa gangguan amarah rakyat, karena rakyat telah menerima pesan Ali Amangku agar mereka jangan mengganggu orang Jepang yang menuju ke Serang. Untuk mengumpulkan pasukan Jepang yang berada di Gorda dan Sajira, pihak kempetai meminta bantuan BKR untuk mengawalnya, karena merasa khawatir atas keselamatan mereka dari serbuan rakyat.

Maka untuk menjemput pasukan kidobutai (angkatan udara) Jepang di Gorda, diutuslah dua anggota BKR yaitu Sadheli dan Tb. Marzuki dengan dikawal 10 orang dengan berpakaian dinas polisi istimewa, mengendarai dua buah mobil yang masing-masing berisi 5 orang berangkat ke lapangan udara Gorda. Kedatangan mereka disambut dengan baik, dan tanpa kesulitan semua tentara Jepang dikawal sampai di markas kempetai; tetapi kendaraan truk yang memuat senjata dibelokkan ke markas BKR di jalan Pamelan (markas Korem sekarang).

Pada hari yang sama pula, pimpinan BKR mengutus Abdul Mukti dan Juhdi untuk melakukan penjemputan pasukan Angkatan Darat Jepang (Rikugun) di Sajira, Rangkasbitung. Untuk melaksanakan tugas itu, kedua utusan dikawal oleh 9 orang tentara Jepang. Sebelum mereka sampai di tujuan, rombongan ini dihadang oleh rakyat di lintasan jalan kereta api Warunggunung, Rangkasbitung.

Dendam rakyat terhadap Jepang sudah tidak dapat dikendalikan, sehingga melihat adanya iring-iringan tentara Jepang, rakyat menyerbu ke dalam truk, dan, kesembilan serdadu Jepang ini semuanya dibunuh. Abdul Mukti dan Juhdi melarikan diri dan melaporkan kejadian itu kepada pimpinan BKR di Serang. Keesokan harinya Tb. Kaking, seorang anggota BKR, dipanggil oleh perwira kempetai yang pernah menjadi gurunya sewaktu latihan PETA.

Dia diminta pertolongannya untuk menjemput jenazah korban insiden Warunggunung. Tb. Kaking menyanggupi permintaan itu. Maka bersama dengan Emon dan beberapa orang pengawal, jenazah orang-orang Jepang itu dapat diangkut ke Serang yang kemudian (atas permintaan kempetai)- diperabukan secara massal di Kuburan Cina, Kampung Kaloran, Serang.



Peristiwa pembunuhan terhadap orang-orang Jepang di Warunggung telah mengecewakan kedua pihak, baik kempetai maupun BKR. Semuanya menyesalkan kecerobohan tindakan pemuda Warunggunung itu. Dengan alasan terjadinya peristiwa Warunggunung ini, pihak kempetai membatalkan persetujuannya untuk menyerahkan senjata kepada BKR. Ali Amangku mencoba berunding lagi dengan perwira kempetai, tetapi kedatangannya tidak dihiraukan oleh mereka. Bahkan Ali Amangku melihat kesibukan tentara Jepang membuat barikade-barikade di sekeliling markas sebagai persiapan menghadapi suatu serangan. Menyaksikan hal ini Ali Amangku menemui wakil residen, yang pada hari itu juga dilaporkan kepada K.H. Sam’un, sebagai pimpinan BKR. Ketiga tokoh itu berunding, dan diambil keputusan untuk segera menggempur markas kempetai.

Keputusan demikian mengandung resiko yang sangat mengkhawatirkan, yaitu akan banyaknya korban yang jatuh dari pihak republik, mengingat persenjataan BKR yang sangat sedikit. Hari itu juga, keputusan hasil rapat kilat tersebut disebarkan kepada pimpinan pemuda, masyarakat dan para ulama sekabupaten Serang. Sore harinya para pemimpin pasukan dari kecamatan-kecamatan Ciomas, Pabuaran, Baros, Taktakan, Padarincang, Kramatwatu, Cilegon dan Ciruas datang ke kota Serang untuk membicarakan rencana rinci penyerangan itu. Dan malam harinya diadakan perundingan di markas BKR/API di Kaujon Kalimati, Serang.

Sebagai gambaran, markas kempetai di kota Serang terletak di sebelah selatan gedung kabupaten, terdiri dari tiga gedung besar yang dikelilingi oleh pohon-pohon karet besar. Sekitar halaman, dipasangi kawat berduri tiga lapis dan pagar bambu gelondongan sehingga tidak tembus oleh peluru karaben. Pintu masuk ke halaman markas hanya satu yang juga dihalang barikade kawat berduri. Di beranda depan gedung yang tengah, ditempatkan satu regu tentara penjaga bersenjata brengun, standgun dan karabeyn mitalyur. Di samping kiri pintu masuk ditempatkan dua mitalyur yang dilindungi tumpukan karung pasir. Walaupun pasukan Jepang yang ada di markas itu hanya sekitar 3 kompi, namun mereka memiliki persenjataan lengkap, di samping kuatnya pertahanan.

Pertemuan para pemimpin ini berlangsung sampai pukul 3.00 dini hari, yang akhirnya diputuskan bahwa penyerbuan ke markas kempetai akan dimulai setelah adzan subuh, yaitu sekitar pukul 4.30, hari Kamis, tanggal 10 Oktober 1945. Untuk mengadakan serbuan ke markas kempetai itu, disusunlah siasat dan strategi penyerangan sebagai berikut: Medan pertempuran (palagan) dibagi menjadi 4 sektor yang masing-masing sektor dipimpin oleh pemuda-pemuda bekas syudanco PETA:

- Iski memimpin sektor utara (depan),
- Zaenal Falah memimpin sektor timur (samping kiri),
- Nunung Bakri memimpin sektor barat (samping kanan), dan
- Salim Nonong memimpin sektor selatan (belakang).
Sedangkan pasukan rakyat dari luar kota Serang akan menempati daerah-daerah di sekitar markas kempetai, yaitu di Kampung Dalung, Benggala, Kaujon dan Lontar.

Penyerangan akan dimulai pada hari Kamis, 10 Oktober 1945/ 5 Zulkaidah 1365 H pukul 05.00 pagi; kode penyerangan akan dimulai dengan pemadaman listrik di seluruh kota Serang dan diawali dengan tembakan keiki kanju (karaben steyer berkaki dua) oleh Iski. Komando penyerangan dipegang oleh Ali Amangku.

Pada hari Rabu, 9 Oktober 1945, beberapa pemimpin pejuang rakyat yang bersenjata dari seluruh peloksok Banten berdatangan ke markas BKR di kota Serang untuk meminta intruksi penyerangan; diperkirakan massa rakyat dari beberapa daerah itu akan masuk kota pada malam harinya. Penampungan para pejuang disiapkan; massa dari daerah Pandeglang dan Lebak ditampung di Kampung Benggala, dari daerah Cilegon, Merak dan Anyer ditampung di Lontar dan Kaloran, sedang massa yang datang dari Tangerang ditampung di sekitar daerah Pegantungan.

Ibu-ibu dan para remaja putri yang bertempat tinggal di kampung-kampung sekitar markas kempetai, spontan ikut menyibukkan diri bergotong-royong membantu dengan menyediakan makanan dan minuman bagi para pejuang. Di lokasi-lokasi strategis dan yang dianggap aman di sekitar lokasi penyerbuan, mereka membuat beberapa dapur umum. Masyarakat yang bertempat tinggal di sekitarnya pun tidak ketinggalan menyumbangkan bahan-bahan makanan ke dapur umum. Penduduk yang tinggal di sekitar markas kempetai diperintahkan untuk segera menyingkir dan mengosongkan rumahnya demi keselamatan mereka.

Malam harinya, sekitar pukul 20.00 tanggal 9 Oktober 1945, berturut-turut datang rombongan BKR serta pemuda-pemuda dari Kecamatan Ciomas, Pabuaran, Baros, Cilegon, Padarincang, Ciruas, Mancak, Taktakan, dan Kramatwatu. Mereka semua berkumpul di asrama Sekolah Guru di jalan Pamelan, Serang, yang sementara menjadi markas BKR (sekarang markas Korem 064 Maulana Yusuf).

Sekitar pukul 4.30 pagi hari tanggal 10 Oktober 1945, seluruh pasukan telah siap di tempat yang direncanakan. Pasukan yang berada di sektor utara dipimpin oleh Iski menjadi barisan penyerang. Pasukan ini mengambil lokasi mulai dari perempatan Jalan Kantin (sekarang Jalan Juhdi) sampai ke halaman gedung kabupaten Serang. Pasukan ini terdiri dari anggota pilihan yang dipersenjatai dengan karaben Jepang, pistol dan granat tangan. Satu-satunya keiki kanju yang dimiliki oleh BKR, ditempatkan pada sektor ini dan dipegang oleh bekas budanco Juhdi, sebagai pendamping Iski. Sedangkan barisan-barisan pada ketiga sektor lainnya berfungsi sebagai barisan pengepung dan penghadang musuh.

Sektor barat mulai dari halaman gedung karesidenan dan di sepanjang Kali Banten dipimpin oleh eks shodanco Nunung Bakri dengan membawahi pasukan rakyat. Sektor selatan di sekitar kampung Benggala, sepanjang sisi selatan alun-alun sampai ke batas Rumah Sakit Serang, dipimpin oleh eks shodanco Salim Nonong; sektor barat dan selatan ini terdiri dari massa rakyat yang kebanyakan bersenjatakan golok dan bambu runcing.

Sedangkan barisan yang ada di sektor timur dipimpin oleh bekas syudancho Zainal Falah dengan anggotanya terdiri dari para pemuda eks bintara PETA, tetapi mereka pun hanya memiliki beberapa pucuk senjata api. Setelah terdengar suara adzan subuh dari beberapa masjid, dan disusul dengan pemadaman lampu-lampu di dalam kota, terdengar tembakan kode penyerangan oleh Iski, maka dimulailah penyerangan ke markas kempetai.

YSB. 085 885 990 755
Nearby cities:
Coordinates:   6°8'22"S   106°20'46"E

Comments

  • baru tahu ada lapangan terbang, walau sudah nonaktif. dengan panjang landas pacu sekitar 1,5 km. sebaiknya dibuat bandara perintis saja. untuk menghubungkan serang dgn kota lain dgn pesawat. btw nama gorda berasal dari mana?
  • woow keren ulasannya.. bravo
This article was last modified 11 years ago