UP Theatre (The Legend of Cinema) (Surakarta (Solo))

Indonesia / Jawa Tengah / Surakarta / Surakarta (Solo) / Jalan Brigadir Jenderal Slamet Riyadi
 cinema, historical layer / disappeared object

UP / Ura Patria adalah bioskop yang didirikan tahun 1950 oleh para Tentara Pelajar yang ada di Solo.Bioskop ini didirikan dan terletak di titik pusat jantung kota solo dan menjadi pusat hiburan di jaman dahulu. Bioskop ini dapat membangkitkan dan menghidupkan perekonomian masayarakat sekitar mulai dari pedagang kaki 5, penjual kaset, penjual koran, warung makan dsb.

UP begitu melegenda se-antero kota solo. Namun, UP sekarang tinggal kenangan . . .
UP "dikalahkan" oleh orang-orang antek-antek dajjal dan menggantikan dengan sebuah bangunan yang penuh dengan artifisial ! Semoga diampuni orang2 tersebut . . . ! Amin.

Salah satu pendiri dan pemrakarsa bioskop legenda tersebut adalah Bapak. SOEKAMTO YUDHOPROJO atau yang lebih dikenal dengan "Pak Kamto UP". Beliau pergi pulang kantor nitih (jawa: menggunakan/naik)becak. Setiap hari beliau berangkat kantor dengan semangat tinggi penuh dedikasi dengan memakai pakaian yang khas serta tidak lupa memakai topi koboi.

Pak Kamto UP sekarang tinggal kenangan . . . beliau sudah wafat.

Perlu diketahui, Pak Kamto UP wafat karena mengalami strees, sakit dan akhirnya meninggal di karenakan (mungkin) adanya isu akan digusurnya bioskop UP dimana beliau mencari nafkah. Bahkan beliau meninggal di ruang kerjanya di kantor bioskop UP, ini adalah salah satu bukti dedikasi dan pengabdian serta tanggung jawab beliau baik terhadap pekerjaan, keluarga dan masyarakat.

Beruntung, Pak Kamto UP sedho (wafat) tidak melihat pada saat bioskop UP digusur. .

Walaupun beliau telah tiada, semangat juang, dedikasi dan pengabdian untuk sesama terus melekat di setiap sanubari anak-anak beliau dan masayarakat solo.

Semoga Allah SWT mengampuni segala dosa beliau dan menerima segala amal kebaikan beliau. Semoga semua orang bisa mencontoh keteladannan beliau dan meneruskan segala kebaikan beliau. Amin

hormat saya,

ANTON UP
Nearby cities:
Coordinates:   7°34'11"S   110°49'18"E

Comments

  • Memang bener, Harusnya dunia perbioskop-an, terutama UP theatre, tahu dan memahami bagaimana Bapak Soekamto Yudhoprojo ini menelorkan banyak sekali ide - idenya yang nyleneh, tapi ternyata dikemudian hari orang pada nyontoh apa yang sudah dilakukan, contoh : 1. Istilah pemutaran film jam 24.00 dinihari, termasuk pada malam minggu, menyambut tahun baru dsb. Oleh pak Kamto UP diitilahkan MIDNITE. 2. Film yang diputar hari minggu jam 10 diistilahkan MATINE JAM 10. 3. Gambar lukisan Film yang main hari ini, yang akan datang dan segera sebelumnya ditaruh dibawah atau samping pintu masuk gedung bioskop. Tapi atas ide pak Kamto UP kemudian ditaruh diatas gedung. 4. Dalam komentar - komentar pemutaran film, sering memakai "boso Jowo". Yang kemudian menjadi trend, hampir semua bilboard iklan dijalan - jalan kota Solo. Selain itu, Jika kita mau mengenang Pak Kamto Up, critanya nggak habis habis. Masalahnya apa yang sudah Beliau sumbangkan untuk masyarakat tak terhitung banyaknya. Baik itu berupa sumbang saran maupun materi. Tentunya sangat sombong jika saya menghitung "sumbangan materi" Beliau ke masyarakat. Tapi tidak ada jeleknya jika mari sama sama menengok kebelakang mengingat kembali bagaimana Beliau mempunyai hoby "suka membantu dan jadi Panitia kalau ada orang punya Hajatan terutama Pernikahan ". Beliau dan Ibu ( Sri Toeti Sukamto Yudhoprojo ) untuk selanjutnya sebut saja pak Kamto UP sangat kondang dan malang melintang di dunia kepanitiaan Pernikahan adat Jawa, meskipun masih kelas lokal dan skupnya kecil ( Kelurahan Tipes dan sekitarnya ). Tahun 60an s/d 80an jika mantu atau ngunduh mantu tidak sedikit warga kelurahan Tipes, tidak pandang bulu dari tukang becak s/d Juragan, nyuwun tulong dan bahkan pasrah bongkokkan pada pak Kamto UP untuk mengatur pos Panitia sampai dengan tata urutan acaranya. Dari penentuan siapa yang jadi Paranpara, Kahartakan, Panitilaksana sampai dengan bagian Jayengan ( penyedia minuman ). Juga mengatur menata kapan Pasang Bleketepe, Siraman s/d resepsi. Bahkan, eloknya, Beliau tidak segan segan "nyowani" sendiri yang meminta tolong, sampai dengan membuatkan buku Panitia dengan mesin ketik manual "Brother" tanpa minta bayaran !!!!. Belum lagi pada saat pas pelaksanaan hajatan, pak Kamto UP bukan orang yang bertype "duduk manis perintah sana perintah sini", tapi dia pasti montang manting kesana kemari mengatur semuanya, termasuk kesiapan panitia dan kesiapan catering. Bahkan ketepatan waktu setiap acara diperhitungkan oleh Beliau. Yang terkesan buat saya adalah : Diakui atau tidak, sebenarnya Pak Kamto UP ini telah melakukan penataan ulang ( kalau tidak mau dikatakan reformasi ) masalah durasi resepsi, utamanya di Gedung. Yang dulunya orang punya kerja mantu atau ngunduh mantu bisa nyampe 3 - 4 jam. Menjadi hanya 2 Jam. Dengan melalui berbagai kritikan dan sanggahan, waktu itu. Tapi kenyataannya Prinsip itu ( mantu maksimal 2 Jam di gedung ) sampai saat ini menjadi rujukan hampir semua orang yang punya kerja pernikahan di gedung, terutama dikota Solo. Lha dalah ....... ternyata pak Kamto UP ini bukan orang sembarangan. Banyak ide ide brilian yang dianut oleh banyak orang, dan orang tidak menyadari hal tersebut. Terima kasih pak Kamto UP ....... jasamu mudah - mudahan menjadikan amal kebaikan dan mendapatakan balasan dari ALLAH SWT dengan berlipat ganda.
  • ada lagi ide - ide dari Yangkung ( Eyang Soekamto UP ), semula dianggap nganeh - anehi tapi kemudian mereka mereka pada ngikuti : Setiap Yangkung jadi panitia mantu, baik digedung maupun di rumah, disitu pasti ada papan tulisan "SUGENG RAWUH", yang didesain dan diproduksi sendiri dengan warna yang cukup mencolok. Pertama kali dipasang dirasa agak wagu, tapi karena dibiasakan terus oleh Yangkung bahwa setiap ada hajatan ada tulisan Sugeng Rawuh maka lama kelamaan pantes juga. Dikemudian hari tidak sedikit gedung - gedung pertemuan secara permanen memasang tulisan Sugeng Rawuh, Selamat Datang dan lain sejenisnya. Selain tulisan Sugeng Rawuh, ada lagi tulisan tulisan lain atau papan nama yang ditaruh dimeja tamu seperti : "Tamu Kakung", "Tamu Putri", "Besan". Hal ini dimaksudkan untuk memilah milah tempat duduk para tamu. Pada tahun sebelum 1990an sudah menjadi kebiasaan bahwa setiap tamu, meskipun datang berpasangan/suami istri, tempat duduknya tetap harus dipisah. Tamu pria tersendiri begitu pula sebaliknya. Pada saat itu papan nama ide Yangkung tersebut sempat ngetrend. Namun entah kenapa tradisi pemisahan tamu pria dan wanita setelah 1990an dari hari demi hari semakin hilang. sehingga seperti yang kita rasakan sekarang, tamu yang mendatangi resepsi tidak ada jarak antara pria dan wanita alias campur aduk. Seiring dengan kepunahan tradisi tersebut otomatis ide yang kakung 'tidak laku'. Tidak laku bukan karena 'pasar tidak bisa menerima' tapi karena 'nyawa dari ide tersebut sudah tidak ada lagi' Oh iya kata Bapakku ada lagi yang ketinggalan tentang UP Theatre .......... Yaitu tahun 60an s/d 80an terutama tahun 60an masyarakat belum bioskop minded. Orang masih pada susah, makan nasi lauk telor saja dah mewah, TV jarang yang punya, maka nonton film di bioskop tentunya jarang kepikiran. Untuk menggairahkan rasa keinginan nonton di bioskop maka Yangkung memanggil 'Andong'/Kereta Kuda. Setelah dilengkapi asesoris pengeras suara, Yangkung kemudian keliling kota mempromosikan film yang sedang diputar memakai pengeras suara. Dengan telaten hari demi hari Yangkung melaluinya dengan kemringet, cuap cuap terus melalui mic dan suaranya lantang terdengar via horn merk TOA. Alhamdulillah meskipun tidak semudah membalik tangan, hasilnya cukup signifikan mengangkat jumlah penonton bioskop di UP Theatre. Dengan berkembangnya jaman maka sarana transportasinya juga berubah, semula pakai andong, kemudian pakai mobil. Nah, dengan pakai mobil inilah dikemudian hari banyak yang ngekor. Ide Yangkung tidak hanya melulu masalah perbioskopan dan mantu memantu tapi sempat juga merambah ke dunia promosi : Di Tipes, dulu ( 1980an s/d 2005an ) ada organisasi namanya MUMITT ( Muda Mudi Islam Tipes Timur ), satu wadah atau kumpulan anak muda yang bergerak dalam syiar Islam secara moderat melalui pengajian setiap minggu sore dan jum'at malem. Setiap bulan Ramadhan mengadakan Kuliah Subuh di gedung Puspo Nugroho dan 1 Syawal jadi panitya Sholat Ied Kelurahan Tipes. Dalam hal Kuliah Subuh dan Sholat Ied inilah Yangkung turut campur. Yaitu dalam hal penyebaran informasi melalui Pamflet kertas HVS ukuran plano dan spanduk. Waktu itu yang menyelenggarakan kuliah subuh dan sholat Ied sebenarnya cukup banyak. Penyebaran informasi pun sudah ada, tapi kebanyakan melalui pengumuman di radio dan slebaran slebaran kertas HVS ukuran 1/2 Folio itupun hitam putih. Ternyata Yangkung punya ide lain : Dibuatkan pamflet seukuran Plano, disablon warna warni. Khusus untuk MUMITT, gratis tanpa bayar .... ternyata dampaknya luar biasa, tahun berikutnya Yangkung kebanjiran order pembuatan pamflet Kuliah Subuh dan Sholat Ied. Meskipun dengan berjalannya waktu, order pembuatan pamflet tersebut menyebar ke beberapa pengrajin sablon, tapi yang paling pokok ide Yangkung tersebut manjur juga. Membuat orang lain jadi ngikuuut ......
  • pokok e up theatre is the best . . ! satu - satunya Bioskop sing njawani lan tetep mitayani.
  • Untuk sebuah rasa kecintaan dan dedikasi tulus terhadap pekerjaan dan tempat kerjanya, rasanya tak kan pernah bisa kita menauladani Pak Kamto UP. "Seandainya aku mati ditempatku kerja, tentu aku akan merasa bangga" begitu yg beliau ucapkan sekitar 2 thn sebelum beliau wafat. Semoga pahala akan terus selalu mengalir kepada beliau manakala kita sanggup menauladani rasa cinta dan dedikasi tulus terhadap tempat kerja kita. Aamiin. Antok Damar Jati
  • aku dulu jg pernah jd anak tipes...
  • i'm proud of mr. soekamto the fourth comment is like a BUTT!!! how i hate you mr.... s i n c e r e l y anonymous
  • I Am LIFE iN DEN HAG netherlands
  • Terimakasih banyak atas tulisannya mengenai Ura Patria, bapak Anton. Turut berduka atas wafatnya salah satu orang yang berjasa besar dalam melestarikan bioskop UP khususnya. Sebagai tambahan informasi sedikit, bioskop ini pertama kali bukan didirikan oleh Tentara Pelajar melainkan didirikan oleh pemuda-pemuda Solo dari berbagai latar belakang. Salah satu pendiri dan juga direktur pertamanya adalah (alm.) Widodo Sontodipoero, seorang eks perwira TNI AD. Diceritakan bahwa di awal kemunculannya bioskop ini sudah menjadi magnet dan juga kebanggaan bagi kota Solo, terutama karena bioskop ini secara khusus punya lisensi untuk memutar film-film Hollywood (saya masih menyimpan beberapa lembar foto dokumentasi awal bioskop). Selanjutnya, pada tahun 1950an terjadi kisruh manajemen bioskop antara para pendiri UP dengan Tentara Pelajar, terutama karena akte pendirian bioskop ini menggunakan nama Tentara Pelajar. Yang disebut terakhir kemudian menjadi pengelola bioskop sampai di kemudian hari. Demikian info yang saya peroleh.
  • Show all comments
This article was last modified 11 years ago